KISAH MENGAYAU DAYAK IBAN MUALANG
“TUA’ TEMAH”
(PANGLIMA TEMAH)
Versi Bahasa Indonesia
Oleh: John RP
Hilang Kisah
Timbol Cerita, Tangkap Kerama’ Jual ke Cina, Bula’ Aku, Bulak Urang Tuai.
Nyurok Nyemah
Ku Nusoi Ka bala Kita’
Kisah Urang Kelia’,
Mali Mulut
Salah Jako’, Jari Salah Jamah, Minta Maaf Ka Kitak.
Dayak Mualang adalah satu
diantara kelompok Dayak Iban yang dimasa lalu mengamalkan tradisi mengayau. Dimasa
itu ada seorang panglima perang yang
terkenal di zamannya bernama Tua’ Temah (Tua’ dalam Bahasa Iban adalah gelar
seorang Panglima Perang). Di perkirakan sekitar tahun 1300 (seribu tiga ratus) tahun lalu, seperti
yang pernah dituturkan oleh orang-orang tua kepada generasi muda tahun 1990an,
ada seorang panglima perang (Tua”) yang bernama: Temah.
Menurut tradisi masa lalu ketika orang-orang Dayak masih melakukan
tradisi mengayau, para manok sabung
(pendekar-pendekar), para bujang berani (pemuda-pemuda pemberani) selalu siaga
menjaga daerah / wilayah yang kerap kali menjadi jalur masuk musuh kedaerah
nya, sebab jika daerahnya tidak dijaga maka daerah tersebut sering mendapatkan
serangan dari pengayau yang datang. Dayak Mualang merupakan satu diantara
kelompok Dayak iban atau yang disebut sebagai Ibanik mempunyai wilayah yang
berbatasan dengan berbagai kelompok Dayak lainnya, hal ini menyebabkan mereka
banyak mempunyai pahlawan-pahlawan suku yang gagah berani dan sakti guna
menjaga menua mereka. Tua’ Temah
adalah seorang panglima perang yang mempunyai pengalaman mengayau, dan satu
diantara tua’-tua’ yang menjaga wilayah Dayak Mualang, beliau banyak memiliki
kelebihan, berani namun bijaksana.
Suatu hari Tua’ Temah
bermimpi bahwa padi ladangnya diserang
kekuatan roh jahat yang mengakibatkan
hama padi dan harus ada kekuatan yang mampu menjaga agar padi
diladangnya bisa tumbuh lebih baik dan bisa panen lebih banyak. Untuk menghadapi
serangan roh jahat tersebut, mereka
harus mendapatkan roh penjaga agar
serangan tersebut bisa digagalkan, adapun roh penjaga dimaksud yaitu seorang
yang didapatkan melalui ekspedisi mengayau (berburu kepala manusia). Dalam mimpi
tersebut, mengisyaratkan harus melakukan pengayauan ke daerah lain satu
diantaranya: daerah kayong wilayah masyarakat ulu ai’. Jika hal tersebut tidak dilakukan
maka serangan hama padi / wabah merusak tanaman pangan masyarakat, dalam mimpi
tersebut Tua’ Temah tidak di ijinkan pulang
ke kampung halamannya sebagai silih jika kepala manusia tidak didapatkan. Hal
ini membuat beliau bersedih dan akhirnya mohon petunjuk melalui prosesi adat bedara’ (upacara adat). Saat bedara, Tua’ Temah memanggil Sengalang
Burong mohon petunjuk akan melaksanakan ekspedisi megayau, dan diperoleh pertunjuk melakukan ekspedisi ke daerah
menua Ulu Ai’. Sebelum melaksanakan
ekspedisi mengayau, mereka sepakat siapa saja yang akan ikut dalam ekspedisi
mengayau, sebab Tua’ Temah mengatakan
kali ini dirinya belum tentu pulang ke kampung dan berharap mereka yang ikut nantinya pulang
ke kampung setelah ekspedisi mengayau.
Setelah berembuk dan sepakat, Tua’ Temah
berencana membawa sekitar 20 (dua puluh) orang pengikut dan membawa serta 2
(dua) orang manok sabung (pendekar)
yaitu: Macan pala dan Macan geroba. Setelah mereka berembuk dan mempersiapkan
keperluan ekspedisi mengayau, kemudian mereka mulai menyusuri arah yang dituju,
mereka melewati menua kedeh, di menua itu mereka tidak mendapat hambatan dari
musuh dan terus melanjutkan perjalanan ke batang Kapuas. Di seberang batang
kapuas mereka menghadapi serangan musuh yang menghadang jalan mereka maka bala Tua’ Temah melakukan pertarungan ditempat
itu menghadapi musuh, dan terjadilah pertarungan sengit bala Tua’ Temah dengan bala musuh dari
seberang kapuas, mereka menghunus pedang, nyabur (sejenis pedang), Tumbak sangkoh (tombak sekaligus sumpit)
melawan bala musuh dan di daerah ini mereka bertarung melawan musuh yang
menyerbu dan mengepung keberadaannya. Pihak musuh membawa beberapa orang kuat
yang disebut juga Tua’, maju
menerjang garang kearah bala Tua’ Temah
dan pasukannya namun bala Tua’ Temah tanpa gentar menghadapi
lawannya. Bala Tua’ Temah dengan
tetap tenang dan gagah berani melayani serangan musuh, membuat satu persatu
musuh tumbang melawan bala Tua’ Temah
dalam mempertahankan diri dan mengimbangi lawannya. Adapun lawan yang menyerang jumlahnya lebih banyak dari pada
pasukan Tua’ Temah. Disaat yang tepat
suatu ketika Tua’ Temah meloncat
tinggi sambil meneriakan teriakan perang mengibaskan nyaburnya dan berhasil
memancung kepala Tua’ Musuh, hingga
satu diantara Tua’ musuh mati
terpenggal. Melihat satu diantara pemimpinnya terbunuh, pihak musuh mulai goyah
dan tak se-agresif awal mereka mengepung bala Tua’ Temah. Dan tanpa diduga, seorang lagi Tua’ musuh maju menerjang kearah Tua’ Temah sambil menumbukkan tombaknya menghunjam kearah Tua’ Temah, Beliau dengan gesitnya menangkis,
dengan perisainya dan suatu ketika tombak musuh menancap pada perisai Tua’ Temah hingga mata tombak musuh sulit
dicabut / lengket di terabai (perisai)
Tua’ Temah. Kesempatan demikian digunakan
Tua’ Temah mengarahkan tebasan nyaburnya
kearah leher musuh dan tepat menjatuhkan kepala musuh. Melihat temannya mati
menghadapi Tua’ Temah, datang seorang lagi Tua’ musuh mengarahkan nyaburnya kearah Tua’ Temah, dan sekali lagi Tua’
Temah dapat menghindar serangan tersebut serta membalas serangan Tua’ musuh dengan cara memancung kepala
musuh dan mengakibatkan semua pendekar (Tua’
musuh) mati. Melihat hal tersebut sisa bala pasukan musuh mundur perlahan, sedangkan
bala pasukan Tua’ Temah dan Manok Sabungnya yakni Macan Geroba dan Macan Pala terus menekan dan menumbangkan pengayau-pengayau dari seberang kapuas, bala
Tua’ Temah mengepung jalur pelarian ke segala arah, menyebabkan musuh habis
terbunuh. Setelah semuanya berakhir, Tua’
Temah bersama pasukannya meneruskan perjalanannya. Setelah jauh berjalan, bala Tua’ Temah membagi pasukannya lima orang
dipimpin Macan Pala mendahului Tua’ Temah guna mengamankan jalur yang
akan dilewati sedangkan Tua’ Temah
dan Macan Geroba beserta 15 (lima
belas) orang pasukannya menyusul kemudian. Setelah sekian lama perjalanan
menyusuri arah sungai adau, rombongan Tua’
Temah dan Macan Geroba mendengar
suara teriakan perang, dan ternyata bala
Macan Pala sedang menghadapi musuh dari dalam sungai adau yang datang
menyerang, melihat hal tersebut rombongan Tua’
Temah dan Macan Geroba turut
menyerang dan mengepung lawan mereka dan memutus jalur serangan lawan, maka
lawanpun banyak yang berguguran menghadapi rombongan pengayau bala mualang. Kali ini mereka bertarung
dengan para pengayau yang tak diketahui dari mana datangnya dan tiba-tiba
menyerang mereka, hal ini membuat kedua manok sabung Tua’ Temah yaitu Macan Pala
dan Macan Geroba menerjang, bertahan
dan menyerang musuh dari berbagai sisi, serta menjaga masing-masing bala mereka
agar tak terbunuh oleh pemimpin lawan. Macan
Pala dengan keahlian khususnya memiliki kecepatan yang luar biasa berhasil
lebih dulu membunuh pemimpin pasukan musuh (Tua’)
musuh. Sementara Macan Geroba dengan keahlian khususnya membuat
racun garis guna membatasi serangan musuh dan pertahanan, mengakibatkan musuh
yang melewati garis pembatas tersebut hilang semangat dan lemah, maka dengan
mudah bala Tua’ Temah memancung
kepala musuh yang telah hilang semangat tersebut, seperti nyerampang ikan yang
tak bisa lari. Karena pemimpin dan pasukan musuh banyak yang tewas, sebagian
musuh yang tersisa melarikan diri namun bala
pasukan mualang tidak mengejar mereka masuk kehulu sungai adau. Setelah
semuanya kembali tenang, Macan Pala,
Macan Geroba dan Tua’ Temah mengatur strategi dengan membagi proses
perjalanan menuju arah tanah Ulu Ai’. Macan Pala
bersama lima orang anak buahnya tetap tinggal di tempat itu (muara sungai adau)
guna menghadang apabila musuh mengejar bala Tua’
Temah nantinya. Sedangkan Macan Geroba mengikuti Tua” Temah dan akan berpisah pada suatu tempat yang nantinya
ditentukan. Setelah mengatur strategi selanjutnya rombongan Tua’ Temah dan Macan Geroba melanjutkan
perjalanan. sebelumnya, beliau berpesan kepada Macan Pala dan Macan Geroba,
cukuplah disini kalian mengantar dan jika nantinya Tua’ Temah menuju ke Ulu Ai’ dan tak ada kabar / berita maka Macan Pala dan Macan Geroba jangan menyusulnya, pulanglah ke menua mualang membawa
pala kayau yang mereka dapatkan, hal ini karena Tua’ Temah memang telah berniat melanjutkan perjalanan sesuai
mimpinya bahwa dia belum tentu kembali. Macan
Pala dan Macan Geroba menyetujui
dan bersyukur bisa ikut menjaga jalur perjalanan yang dilalui oleh Tua’ Temah, dan berharap Tua’ Temah memberikan kabar. Selanjutnya
mereka mereka berpisah Macan Pala
menjaga alur yang dilalui agar pengayau tak mengejar mereka, macan geroba mengikuti Tua’
Temah sampai pada suatu tempat mereka berpisah, yaitu simpang kearah muara sekayam sanggau, suatu ketika disaat perjalanan telah melewati
sebuah wilayah lainnya mereka mendapatkan serangan lawan berjumlah sekitar seratus
orang dari daerah ribun yang melakukan ekspedisi mengayau sepanjang kanan kapuas.
Bala pasukan Tua’ Temah kali ini
berhadapan dengan musuh yang agresif dan ganas mereka menyerbu dan membagi
pasukannya menjadi dua serangan. Serangan pertama sekitar 50 (lima puluh) orang
menerjang kearah bala Tua’ Temah dan
pasukan musuh yang kedua menyerang kemudian sekitar 50 (lima puluh) orang lagi
melawan pasukan Tua’ Temah yang
dipimpin macan geroba. Melihat
pasukan musuh beringas bala Tua’ Temah
berusaha bertahan dan membuat posisi pertahanan melingkar, selanjutnya Tua’ Temah nyelaing meloncat dari
lingkaran melawan pemimpin bala musuh tersebut, semangat musuh rapuh mendengar selaing / pangkas Tua’ Temah hingga
belum sempat pemimpin pasukannya maju, kepala pemimpin musuh jatuh tergeletak
ketanah dipancung (pumpong) oleh Tua’ Temah,
melihat demikian pertahan pasukan musuh rapuh/buyar dan musuh kehilangan
strategi serangan membuat bala pasukan Tua’
Temah semakin semangat bertarung dan banyak menewaskan musuh. Pada saat bantuan pasukan musuh yang kedua
menyerang, Macan Geroba dengan
keahliannya memanggil muanyi’ (lebah)
agar masuk area serangan dan menyerang pasukan musuh yang datang membantu
pasukan pertamanya. Disaat itu pula Macan
Geroba secepat kilat mengayunkan nyaburnya, menumbangkan pemimpin musuh
yang lain dan memenggal kepala pasukan musuh dan beberapa pasukannya. Dalam
pertarungan kali ini dari seratus orang musuh yang menyerang, hanya satu orang
dibiarkan hidup dan disuruh kembali pulang ke daerah nya guna memberi kabar.
Setelah pertarungan didaerah ini, Macan Geroba
pamit memisahkan diri guna menjaga serangan balik musuh dari arah sanggau yang
mencoba mengejar Tua’ Temah bersama
bala pasukannya. Seperti halnya Macan
Pala, Macan Geroba’ membawa 5 (lima) orang bujang berani, dan berjanji kelak jika masih hidup beliau komitmen
pulang membawa kepala kayau ke menua
mualang. Selanjutnya bala Tua’ Temah
beserta pasukannya berjumlah 10 (sepuluh) orang meneruskan perjalanan masuk
kearah nanga mahap dan meneruskan
kedaerah ulu ai’ sampai menuju ke hulu sungai pawan, sungai sepotong. Saat
mengikuti sungai sepotong, mereka merasa haus dan coba untuk meminum air sungai
tersebut dan terasa oleh mereka bahwa air sungai tersebut membuat segar hingga
membuat mereka singgah di tepi sungai tersebut dan mengisi kerubung labu
(tempat air) dengan air sungai tersebut, dan didaerah itu mereka tidak
menemukan musuh / pengayau. Selanjutnya mereka menuju menua / kerajaan ulu ai’, setelah lama di wilayah Ulu Ai’
dan melaksanakan maksud, tujuannya bala Tua’ Temah berputar balik menuju sungai
daerah Banyor, Gorai, Simpang dan di menua simpakng rombongan Tua’ Temah disambut masyarakat dengan
hangat dan diterima oleh masyarakat setempat, selanjutnya rombongan tersebut
berbaur dengan masyarakat daerah itu dan diantara mereka terjadi perkawinan dan
memiliki keturunan. Tua’ Temah
beserta rombongannya merasa betah di daerah tersebut mereka melebur dengan
masyarakat dan mereka tidak pernah kembali lagi kedaerahnya. Kisah ini adalah
satu diantara kisah yang pernah dituturkan oleh Alm. Pak Laten, beliau adalah
seorang keturunan Tua’ Temah (panglima
Iban Mualang) yang telah menjadi bagian dari masyarakat daerah simpang. Suatu
saat beliau bertemu dengan keluarga orang-orang Iban mualang dan beliau
menceritakan keturunan mereka.
Semoga kisah ini nantinya menjadi motivasi bagi
generasi muda agar tetap semangat dan pantang putus asa dalam mencapai tujuan
hidup.
Sumber
:
Panglima Esay,
Panglima Jungor Tanyokng,
Alm. Laten.
Di tulis ulang Th. 2020
Keterangan :
1. Tua'
dalam bahasa Iban Mualang adalah : Gelar seorang pemimpin pasukan perang.
2. Manok Sabung merupakan istilah, guna menyebut para ksatria-ksatria
/ pendekar-pendekar jago-jago yang dapat diandalkan / wakil tuak di
medan kayau.
3.
Bujang Berani adalah para pemuda / bala yang keberaniannya dalam
bertarung tak diragukan, bujang berani adalah petarung sejati dalam mengayau.
4. Gambar
Ilustrasi dari
Tropen Museum 1920